Kejari Kuansing Keluarkan Sprindik Kasus SPPD BPKAD yang Baru

Selasa, 06 April 2021

Kajari Kuansing Hadiman MH.

TELUKKUANTAN (RUANGRIAU) - Sehari setelah Hakim tunggal Praperadilan kasus SPPD fiktif BPKAD Pengadilan Negeri Teluk Kuantan menyimpulkan menerima semua gugatan pemohon, yakni tersangka kepala BPKAD Kuansing, Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuantan Singingi (Kuansing) kembali mengeluarkan Sprindik kasus SPPD di BPKAD Kabupaten Kuansing yang baru. 

Hal ini diungkapkan oleh Kajari Kuansing Hadiman MH, Selasa (6/4/2021) pagi. Menurut Hadiman, dengan dikeluarkannya Sprindik baru ini, ia memastikan semua perangkat di BPKAD Kuansing akan menjalani pemeriksaan oleh pihak Kejari. Sedangkan pemeriksaannya akan dimulai pada Kamis mendatang dengan sistem maraton atau bergantian dihari yang lain.

Hal ini dilakukan oleh pihak Kejari salah satunya untuk meluruskan isu yang sudah berkembang dipublik yang mana pihak Kejari sudah melakukan penzoliman. Padahal menurut Hadiman, pihaknya saat penangan kasus ini sebelumnya sudah mengakomodir permohonan pihak Pemkab Kuansing agar tidak memeriksa seluruh perangkat di BPKAD untuk kepentingan keberlangsungan kegiatan pembangunan daerah.

''Untuk meluruskan isu yang mengatakan kita melakukan penzoliman. Padahal saat menangani kasus kemarin kita mengakomodir permohonan Pemda dalam hal ini Sekda agar tidak memeriksa seluruh perangkat di BPKAD, karena pertimbangan agar percepatan kegiatan tidak terhambat karena pemeriksaan itu. Tapi sekarang kita akan periksa semuanya agar benang merahnya dapat,'' ujar Hadiman.

Tidak hanya itu, Hadiman juga menjelaskan dalam penyelidikan kali ini pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK-RI) serta pihak lainnya yang dibutuhkan. Hal itu dilakukan karena menurut Hadiman, dirinya sengaja mengeluarkan Sprindik baru kasus biaya Perjalanan Dinas BPKAD tahun 2019 ini, karena dananya cukup besar kalau dibanding dengan ukuran Kabupaten Kuansing. Sebab, dengan pagu anggaran sebesar Rp3,7 miliar, itu mengalahkan biaya perjalanan dinas bupati sama wakil bupati Kuansing untuk anggaran 2019 juga yang hanya sebesar Rp.2,4 miliar.

''Sedangkan dinas-dinas lain yang ada di Pemkab Kuansing hanya ratusan juta, bahkan ada lebih kurang Rp100 juta pertahun,'' beber Hadiman.

Hadiman juga mengaku belum melihat data statistik perjalanan BPKAD di seluruh Indonesia apakah perjalanan  BPKAD Kuansing tahun 2019 tertinggi di Indonesia atau tidak. Karena kepala  BPKAD Kuansing, telah menerbitkan Surat Perintah Tugas (SPT) dan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) tahun 2019 sebanyak 1.700 dengan pagu Angaran sebesar Rp.3,7 miliar lebih.

''Saya melihat disitu ada kejanggalannya, masa BPKAD Kuansing bisa menerbitkan SPT 1.700 dengan pagu Rp 3,7 miliar,'' pungkas Hadiman.

Pengacara Minta Kajari Tak Asal Keluarkan Sprindik

Menanggapi Sprindik baru yang dikeluarkan pihak Kejari Kuansing, pihak Pengacara Kepala BPKAD Kuansing dalam hal ini diwakilkan oleh Rizki Poliang SH mengatakan, pihaknya mengucapkan terimakasih serta penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Pengadilan Negeri Teluk Kuantan yang telah memeriksa perkara ini secara seksama hingga diputuskan secara adil dan bijaksana. Pengadilan Negeri Teluk Kuantan melalui putusannya membuktikan bahwa kesewenang-wenangan itu sangat mungkin terjadi pada institusi penegakan hukum itu sendiri. Hal itu terbukti dengan dinyatakannya penetapan tersangka terhadap Hendra AP MSi cacat hukum/tidak sah. 

Sedang, terkait maraknya pemberitaan diberbagai media online, bahwa pihak kejari kuansing pasca kekalahannya dalam sidang praperadilan akan mengeluarkan Sprindik baru dan kembali menetapkan Kepala BPKAD sebagai tersangka adalah hal biasa sah-sah saja sepanjang pihak Kejari kuansing melakukannya sesuai dengan SOP dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

''Kalau boleh saya menyarankan, sebelum Kajari Kuansing mengeluarkan Sprindik baru ada baiknya Kajari Kuansing mematangkan pemahamannya terkait penegakan hukum tindak pidana korupsi itu secara utuh. Jangan setengah-setengah dan ingat harus objektif bukan subjektif,'' kata Rizki lagi.

Kemudian lanjut Rizki, berdasarkan hal yang dialami kliennya itu, dirinya memohon kepada Jaksa Agung Republik Indonesia untuk melakukan evaluasi atas kinerja di Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, tidak saja evaluasi kepangkatan struktural akan tetapi juga dilakukan evaluasi psikologis. Dan apabila tim penyidik Kejari melakukan penetapan tersangka kembali terhadap kliennya itu, selaku pengacara ia meminta kepada kepala Kejaksaan Tinggi riau untuk menarik perkara ini ke Kejaksaan Tinggi Riau, agar perkara kasus di BPKAD ini terang benderang dan tidak adanya dugaan pemaksaan untuk ditetapkan tersangka lagi terhadap penanganan ini.

Rizki juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Kuansing bahwa bebasnya Hendra AP melalui uji formil dalam instrumen Praperadilan membuka tabir bagaimana proses penegakan hukum yang selama ini  digaungkan dengan lantang dengan bahasa "koruptor musuh kita bersama" ternyata tidak sepenuhnya di landasi pemahaman yang utuh tentang "law enforcement". 

''Kalau semua pemegang kewenangan dianggap benar, tidak boleh dimusuhi, harus disanjung, tidak boleh diingatkan/ditegur, lantas mengapa harus ada yang namanya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang semoga menjadi bahan refleksi kita bersama,'' tutup Rizki. (*)