Personel Polsek Kubu bersama warga saat memasang spanduk imbauan bertulisan: Hati-hati Ada Buaya.
Siang itu, Fikri Qurniawansyah (11) dan teman-temannya bermain di atas sampan drum plastik di Sungai Kubu. Mereka tertawa, mendayung, dan menikmati kesejukan air. Tak ada yang menyangka, di bawah permukaan, seekor buaya diam-diam mengintai. Saat Fikri menjulurkan tangannya ke dalam air, tragedi pun terjadi.
Seekor buaya tiba-tiba menerkam, menyeret bocah itu ke tengah sungai. Rafa Fahreza, teman yang berada paling dekat, spontan menarik tangan Fikri, berusaha menyelamatkannya. Tapi reptil ganas itu menggigit kaki Fikri, membuat mereka tarik-menarik. Dalam hitungan detik, genggaman Rafa terlepas. Fikri tenggelam.
Teriakan anak-anak membelah siang. Warga berhamburan ke tepi sungai, tapi tak ada lagi yang bisa dilakukan selain menyaksikan air kembali tenang, seakan tak terjadi apa-apa.
"Saya Pikir Boneka, Ternyata Itu Fikri"
Dua hari kemudian, Minggu (23/3/2025) pagi, Muhammad Nurdin sedang menuju ladang dengan sampannya. Air sungai masih tampak tenang, menyimpan rahasia di dasarnya. Lalu matanya menangkap sesuatu mengapung di kejauhan. Awalnya, ia mengira itu boneka. Tapi semakin dekat, jantungnya berdegup kencang.
"Itu bukan boneka. Itu anak manusia," katanya, dengan suara sedikit bergetar.
Tanpa berpikir panjang, ia memanggil warga yang masih melakukan pencarian. Perlahan, mereka mendekati jasad Fikri yang mengapung dalam posisi telungkup.
"Saya kaget, tiba-tiba di depan mata ada jasad anak kecil. Saya langsung panggil warga," ujarnya.
Sungai yang Tak Lagi Ramah
Sungai Kubu bukan sekadar aliran air bagi warga. Ini adalah sumber kehidupan. Tempat nelayan mencari ikan, tempat anak-anak bermain, tempat orang-orang mencuci dan mandi. Namun kini, sungai yang dulu akrab dengan mereka berubah menjadi ancaman.
Tragedi ini bukan yang pertama. Tahun lalu, seorang nelayan juga diterkam buaya saat memancing di parit 2000, Kepenghuluan Teluk Nilap. Kini, Fikri menjadi korban berikutnya.
"Kami takut. Sungai ini tempat kami mencari nafkah, tapi sekarang kami dihantui ketakutan," ujar Zulkifli, warga setempat.
Tangisan di Rumah Kecil Itu
Di rumah duka, suasana muram menyelimuti. Isak tangis ibunda Fikri tak berhenti. Ayahnya duduk diam, menatap kosong ke luar jendela.
"Almarhum masih anak-anak, surga menantinya," ujar Camat Kubu Syafrizal, saat takziah malam itu.
Namun kata-kata itu tak sepenuhnya menghapus duka yang menggantung di rumah kecil itu.
Ketakutan yang Butuh Solusi
Sebagai respons atas tragedi ini, pemerintah setempat memasang spanduk peringatan di beberapa titik:
• "Hati-hati, ada buaya."
• "Dilarang membuang sampah di perairan Sungai Kubu."
Kapolsek Kubu Iptu Kodam F Sidabutar, mengatakan pihaknya langsung menginstruksikan pemasangan spanduk di area rawan, termasuk di pangkal jembatan Sungai Kubu, Jembatan Jalan Kilang Papan, dan lokasi kejadian.
Camat Kubu juga mengimbau warga agar tidak membuang limbah dagangan ke sungai.
"Tolong, jangan ada lagi yang membuang sisa potongan ayam atau limbah dagangan ke sungai. Itu bisa mengundang buaya," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kecamatan Kubu, Marzuki, yang juga perwakilan keluarga korban, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pencarian.
"Kami melihat semua pihak sangat empati dan peduli atas kejadian ini. Semoga menjadi ladang amal ibadah," ujarnya.
Namun, warga bertanya-tanya: apakah spanduk dan imbauan ini cukup? Ataukah ini hanya menjadi pengingat sementara sebelum korban berikutnya jatuh?
Di rumah Fikri, doa-doa terus dipanjatkan. Di tepian Sungai Kubu, air masih mengalir tenang. Tapi di hati warga, ketakutan telah berakar. Mereka hanya bisa berharap, tak ada lagi anak-anak yang bermain di tepi sungai dan tak pernah pulang. (*)