Menkeu: Internet Jadi Hal Mewah Bagi Sebagian Orang

Rabu, 21 Oktober 2020

Menteri Keuangan Sri Mulyani

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut akses internet masih menjadi hal mewah di sebagian wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya infrastruktur pendukung di pelosok negeri.

Padahal, akses internet semakin dibutuhkan di tengah pandemi virus corona atau covid-19 yang mengharuskan masyarakat bekerja dan sekolah secara virtual dari rumah.

"Akses internet masih menjadi kemewahan bagi sebagian orang atau beberapa wilayah," ungkap Ani, sapaan akrabnya, saat menjadi pembicara di Simposium Pembangunan Asia Tenggara (SEADS) 2020, Rabu (21/10). 

Masalah lain, masyarakat Indonesia masih banyak yang belum memiliki perangkat seluler yang bisa digunakan untuk kerja dan sekolah dari rumah.

Bahkan, menurutnya, banyak masyarakat yang belum melek digital sehingga rentan mengalami kerugian dalam pendidikan selama pandemi covid-19.

Atas kondisi ini, Ani mengatakan pemerintah sebenarnya sudah berusaha untuk menutup kesenjangan akses internet melalui alokasi pembangunan infrastruktur internet. Misalnya, pembangunan jaringan Palapa Ring hingga Satelit Satria. 

"Kami juga menyediakan internet gratis untuk para siswa, guru, dan pendidikan tinggi, kami menjadi tulang punggung selama pandemi covid-19. Kami juga memberi dukungan bagi UMKM dalam transisi dan transformasi digital untuk beradaptasi dengan bisnis model baru," katanya. 

Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sudah meluncurkan program T-Corn untuk menjaring 1.000 perusahaan rintisan (start-up).

Hal ini dilakukan karena APBN memiliki keterbatasan untuk pengembangan akses internet dan infrastruktur jaringan.

Oleh karena itu, kehadiran start up diharapkan bisa turut mengembangkan ekosistem jaringan dan internet di dalam negeri, khususnya ke wilayah yang belum terjangkau.

Harapan lain, penjaringan start up tak hanya memberi dampak bagi bidang tersebut, namun turut melahirkan start up dengan valuasi di atas US$1 miliar alias unicorn dan start up dengan valuasi lebih dari US$10 miliar atau decacorn. 

"Pemerintah memberi dukungan penuh untuk unicorn dan decacorn melalui program pengembangan sumber daya manusia dan dukungan dari regulasi dan infrastruktur," ujarnya.  

Tak hanya dari pemerintah pusat, bendahara negara juga memastikan bahwa pemerintah daerah ikut memberikan dukungan bagi penyediaan akses internet, khususnya pembangunan infrastruktur di daerah. 

"Sebagai menteri keuangan, saya juga memastikan belanja pemerintah daerah dialokasikan untuk internet. Ini semua untuk memastikan bahwa masyarakat mendapat akses dan infrastruktur tersedia," tuturnya. 

Menurutnya, dukungan dari pemerintah daerah penting, karena saat ini masih ada sekitar 12 ribu desa di Tanah Air yang belum terhubung akses internet yang memadai. 

"Kami targetkan 1.000 desa dan kecamatan dan daerah Indonesia yang paling luar dan terbelakang bisa terkoneksi pada tahun depan guna mewujudkan peningkatan akses digital dan industri 4.0," terangnya. 

Lebih lanjut, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu memandang keterbatasan akses internet sejatinya bukan hanya tantangan Indonesia, namun juga negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Oleh karena itu, penting agar ada dukungan, termasuk dari Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank/ADB) agar bisa meningkatkan kerja sama di bidang ini guna meningkat ekonomi negara-negara kawasan. 

"Kita harus memastikan bahwa negara-negara di seluruh dunia dan semua rakyat bisa mendapatkan kesempatan yang lebih adil dalam memanfaatkan digitalisasi," ungkapnya. 

Kendati begitu, ketika akses internet dan aktivitas digital meningkat, ia menekankan para regulator perlu juga memikirkan soal pungutan pajak dari kegiatan ini. Makanya, perlu kebijakan pajak digital yang adil. 

"Saat ini, kami bekerja sama di G20 aagr dapat membangun praktek yang baik tentang kebijakan perpajakan global yang adil," pungkasnya. 

Sementara, Presiden ADB Masatsugu Asakawa mengungkapkan lembaganya terus berusaha membantu para negara-negara anggota dalam hal akses internet dan teknologi digital. Sebab, ADB memandang hal ini perlu dan bisa membantu negara-negara untuk memulihkan ekonomi di tengah pandemi covid-19. 

"Ketika krisis covid-19 memanas, ADB merespons dengan cepat melalui bantuan US$20 miliar untuk mendukung anggota," kata Asakawa pada kesempatan yang sama. 

Kendati begitu, ia menilai pemerintah di masing-masing negara tetap perlu meningkatkan rencana pembangunan berkelanjutan terkait akses kepada masyarakat. Khususnya, untuk mengurangi kesenjangan akses di masing-masing wilayah. 

"Kita harus menutup kesenjangan digital dan memperluas investasi yang ada dalam infrastruktur dengan membangun infrastruktur broadband seluler yang lebih banyak dan berkualitas serta memastikan akses internet terjangkau ke layanan sosial, kesehatan, pendidikan, dan keuangan," tandasnya. (*)