Kanal

Didatangi Satgas PKH, Terungkap Ciliandra Beri KKPA Sawit dalam Kawasan Hutan kepada Masyarakat Siabu

PEKANBARU(RUANGRIAU.COM) - Ketua Koperasi Siabu Maju Bersama (KSBM), Surya Rinaldi didampingi Kuasa Hukum Koperasi, Roy Irawan mengungkap keresahan masyarakat anggota koperasi terhadap dugaan kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan.

Kebun kelapa sawit itu disediakan oleh PT. Ciliandra Perkasa dengan pola kemitraan atau Koperasi Kredit Primer untuk Anggota (KKPA).

Kebun seluas 600 hektare itu terletak di Desa Bandur Picak Kecamatan Koto Kampar Hulu.

Keresahan tersebut bermula dari kedatangan beberapa anggota TNI yang mengatasnamakan dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) pada Februari 2025 lalu.

"Diberitahukan waktu itu kalau kebun KKPA sebagian berada dalam kawasan hutan. Tentu kami kaget," katanya kepada wartawan, Sabtu, tanggal (2/8/2025).

Untungnya Satgas PKH tidak memasang plang kala itu. Sebagaimana diketahui plang Satgas PKH berisi tentang pengambilalihan penguasaan lahan dalam kawasan hutan oleh Satgas PKH atas nama negara.

Menurut Surya, kebun itu adalah janji perusahaan dengan Pemerintah Kabupaten Kampar sebagai bentuk penyelesaian konflik antara warga Siabu dengan perusahaan selama bertahun-tahun.

Perjanjian itu disepakati pada November 2017. Penyelesaian tersebut didorong oleh sikap tegas Almarhum Azis Zaenal yang menjabat Bupati Kampar kala itu.

Berkat jasa Almarhum, konflik yang dipicu kelebihan Hak Guna Usaha (HGU) Ciliandra Perkasa di Siabu sekitar 2.800 ha. Masyarakat menuntut lahan di luar HGU diserahkan.

"Kami sangat bersyukur ada Almarhum waktu itu. Beliau sangat berjasa bagi perjuangan masyarakat," tutur Surya.

Perusahaan baru merealisasikan kebun sawit tersebut pada 2022 dengan kondisi belum semua ditanami. Di samping diduga dalam kawasan hutan, ia mengungkap adanya penolakan dari masyarakat Bandur Picak terhadap penguasaan lahan oleh KSMB.

"Jadi ada potensi konflik di lapangan. Tentu sangat berisiko bagi kami masyarakat. Apalagi letak kebun sekitar 100 kilometer dari Siabu," ujarnya.

Belum lagi, tambah dia, tidak ada legalitas berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama anggota koperasi hingga sekarang. Mestinya distribusi kebun KKPA didahului penetapan Calon Penerima Calon Lahan (CPCL) oleh Bupati.

"CPCL itulah dasar menerbitkan SHM. Jadi karena SHM belum ada, tiap anggota koperasi punya kaveling yang mana, letaknya di blok mana, nggak jelas," ungkapnya.

Lebih miris lagi, hutang koperasi membengkak. Sebab  kebun merugi dan hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit tidak cukup dibagikan kepada semua anggota.

Menurut dia, masyarakat dibebani hutang pokok Rp60 miliar untuk membangun kebun. Ditambah bunga bank Rp52,79 miliar dengan tenor kredit 15 tahun. Sehingga total hutang Rp112,79 miliar.

Hasil produksi tidak dapat menutupi angsuran kredit  setiap bulan. Lalu perusahaan memunculkan dana talangan dengan dalih untuk menutupi kekurangan pembayaran angsuran.

Dana talangan tersebut dibebankan menjadi hutang koperasi. Kini jumlahnya sudah mencapai Rp16 miliar lebih.

"Masyarakat dibebani hutang ke bank dan dana talangan yang dijadikan hutang ke perusahaan," ujarnya.

Sementara kondisi rill kebun berdasarkan temuan koperasi di lapangan, terdapat seluas 156,41 ha yang tidak terawat. Bahkan tanaman sawit di atasnya nyaris tidak ada.

Selain itu, kebun yang produksinya tidak bisa diambil sekitar 104,31 ha. Serta sekitar 35 ha yang tidak produktif, padahal sudah ditanam sejak 2019.

"Jadi total lahan yang tidak produktif mencapai 295,72 hektare. Hampir setengah dari 600 hektare," ungkapnya.

Kuasa Hukum Koperasi, Roy Irawan menambahkan, pihaknya telah mengkaji secara mendalam pelaksanaan KKPA. Ia mengindikasikan sejumlah unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH), bahkan pidana.

"Dari hasil kajian kita yang mendalam, ada beberapa kejanggalan. Mulai dari PMH sampai dugaan perbuatan pidana," katanya. ***

Ikuti Terus RuangRiau

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER