Kanal

Ada Seri Gunung dan Seri Pantai dalam Banteng Bersayap Kupu-kupu

PEKANBARU (RUANGRIAU.COM) - Banteng Bersayap Kupu-kupu karya literary Mosthamir Thalib mengandung interpretasi kedalaman makna  dan ketajaman diksi bila diteroka dari estetika Melayu, kata Prof Dr Drs Dato' Perdana H Abdul Malik, M Pd. 

"Estetika Melayu itu terbagi dua. Pertama, disebut seri pantai, yaitu keindahan terlihat dari dekat secara duniawi, zahiriah, bentuk, dan fisik. Kedua, seri gunung, yaitu keindahan terlihat dari jauh, yaitu secara ilahiah, batiniah, dan makna," tambah guru besar Univeritas Maritim Raja Ali Haji (Umrah) Tanjungpinang ini pada diskusi literary buku Banteng Bersayap Kupu-kupu (BBK) di Perpustakaan Wilayah Riau, H Soeman Hs, Pekanbaru (24/6/2023). 

Menurut Abdul Malik, dalam diskusi yang ditaja Komunitas Riau Sastra ini, style khas penulisan Mosthamir dalam BBK sangat terasa, kritik dibungkus dalam gaya jenaka khas seniman Melayu. "Style-nya ini tidak bisa ditiru. Sangat khas. Memang tiap orang punya style masing-masing tetapi yang punya style macam ini - jenaka kritis khas Melayu - jarang-jarang. Apalagi ogam-nya - intro penyemangat - Mosthamir di dalam puisi-puisi ini muncul tidak begitu saja, tetapi juga jadi penyambung rentak - bila dibacakan, sekaligus peluasdalamkan makna." 

Selain Abdul Malik, M Pd., pada diskusi yang dipandu Listi Mora Rangkuti ini tampil juga secara langsung sebagai narasumber Dr Husnu Abad M Humi dari Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR), Dr Muchid Albintani, M Phil., dari FISIP Unri, keduanya dari Pekanbaru. Sedangkan Assistant Professor Dr Bambang Suhartono bin Mohd Said - yang hadir secara virtual - datang dari Southern University College, Johor, Malaysia. Dari peserta tampak hadir beberapa tokoh Riau dan seniman daerah ini, antaranya Srikandi Riau Azlaini Agus dan dr Diana Tabrani Rab. 

Di dalam buku BBK ini memuat enam jenis puisi. Dua jenis tulisan puisi yang baru diperkenal penulis, artikeliris dan igal-igalan. Lalu puisi bebas atau puisi baru. Kemudian puisi lama atau klasik berupa syair, gurindam dan talibun yang mendapat sentuhan inovasi. 

Pada ragam puisi artikrlitis yang baru diperkenalkan di dalam antologi ini terdiri atas empat puisi tetapi sudah memakan tempat 74 halaman buku. "Artikeliris ini penggabungan sekaligus antara prosa lirik, puisi deskriptif, puisi lirik, dan genre puisi klasik Melayu seperti pantun, dan peribahasa, bahkan lagu rakyat. Paduan antara kisahan, suasana, dan dialog yang mengalir secara alamiah. Di tempat-tempat tertentu digunakan diksi yang khas, yang membangkitkan indera penikmat. Ada juga ogam yang khas, cenderung menggelitik." 

Puisi artikeliris yang berbentuk panjang ini, menurut Abdul Malik, penulis memadukan sekaligus mengurai beragam bentuk tulisan yang ada di alamnya dan apa yang ditekuninya selama ini. Hal yang ada di alamnya yaitu dia lahir, tumbuh dan berkembang di alam seni budaya Melayu, itu dilihat ada untaian syair, pantun, seloka sampai lagu rakyat Melayu yang menyela-nyela narasi panjang artikelirisnya. 

"Kuatnya penulisan artikeliris ini didukung pula apa yang penulis tekuni selama ini, sebagai jurnalis dan penulis rubrik khusus _Telatah Wak Atan di Harian Riau Pos - sebuah rubrik cerita jenaka Melayu, yang juga jeli mengkrisi linglungan. Lagi-lagi ini sangat khas style Mosthamir, yang kita tahu sebagai wartawan dia juga pernah mendapatkan Anugerah Adinegoro, malah yang pertama di luar Jawa," tambah Malik. 

Soal puisi igal-igalan, kata Malik dia baru mendengar istilah ini. Tetapi, tambahnya, ini pula kejelian seorang seniman menangkap sastra lisan hari-hari yang hidup di lingkungan masyarakatnya menjadi karya literasi. Puisi yang rentak bersahut-sahutan dan punya tokoh berlawanan ini diberi nama igal-igalan karena ditangkap dari daerah asal puisi lisan ini hidup, yaitu di lingkungan masyarakat negeri Igal Mandah, Inderagiri, Riau. 

"Alam Melayu sejati itu hari-hari memang penuh nuansa sastra. Bahasa hari-hari, bahasa tegur sapa selalu saja berkias. Seperti ungkapkan 'memang beruntunglah budak ini', maknanya bisa berbeda dari kata 'untung' yang diucapkan dengan untung yang dimaksudkan, tergantung konteks dengan situasi dan kondisi." 

IGAL-IGALAN CINCAI-CINCAI ACAI 

Pak Cik baik hati 
Acai pandai puji 

Pak Cik utang budi 
Acai duduki serambi 

Pak Cik asyik bersugi 
Acai makin bergigi 


Pak Cik penghulu kampung 
Acai punya banyak duit 

Pak Cik termakan sanjung 
Acai makan sikit-sikit 

Pak Cik semakin ke ujung 
Acai sudah bertimbun bukit 


Soal syair, gurindam dan talibun atau puisi-puisi lama yang juga menghiasi buku BBK ini, menurut Malik, memang sangat terasa nuansa alam budaya Melayu yang kental, tetapi sebagian besar Mosthamir melakukan inovasi dari segi bentuk dan isi. 

Syair dalam BBK ini, sebut Malik, tipografinya berupa syair naratif, tetapi tidak terlalu terikat dengan pola syair klasik, penataan bait diubah suai sejalan dengan nada tulisan, tema, dan amanat yang hendak disampaikan. "Syair-syair di sini cenderung terdapat inovasi dari puisi klasik ke puisi modern. Walaupun syair naratif, tokoh tak bersifat personal," tambah Malik. 

Sedangkan pada gurindam, tekan Malik, penulis melakukan inovasi pada 'akibat', yaitu akibat dari sebuah sebab bisa menimbulkan banyak akibat, sehingga ada gurindam lebih dari dua larik atau baris. 

"Ada gurindam berbeda bentuknya dengan gurindam klasik yang kita kenal selama ini yang cuma terdiri dua larik. Larik pertama berupakan sebab, dan larik kedua berupakan akibat. Gurindam Mosthamir ada yang tiga larik. Tapi tetap dengan inti gurindam klasik. Persajakan (/aa/ atau /aaa/) tetap dipertahankan selayaknya gurindam klasik. Inovasi ini sengaja dilakukan sesuai dengan amanat yang hendak disampaikan penyair," kata Malik. 

GURINDAM NEGERI BERDAULAT 

Apa tanda negara berdaulat? 
Genggam laut udara dan darat 
Kuasa lain haram mengembat 

Bila penguasa teguh amanat 
Rakyat damai hidup selamat 
Negeri makmur penuh rahmat 

Bila berkhianat kepada rakyat 
Tiap langkah selalu tersanggat 
Di tengah jalan menunggu tamat 

Tentang talibun, Malik menyebutkan, talibun ini berupa pantun yang lebih dari empat larik satu bait. Kalau bentuknya enam larik pada larik pertama sampai ketiga berupa sampiran atau pembayang, sedangkan larik keempat sampai enam berupa isi. "Sedangkan yang dibuat penulis, dari segi makna, larik-larik sampiran lebih mengarah ke isi, bukan seperti lazimnya pembayang dalam talibun atau pantun klasik." 

Inovasi lainnya pada talibun, menurut Malik, berupa penyisipan satu atau dua larik tambahan masing-masing setelah larik-larik sampiran dan larik-larik isi. Larik-larik tambahan per bait bersajak /aa/ jika terdiri atas masing-masing satu larik, tetapi bersajak /abab/ jika terdiri atas masing-masing dua larik. 

Larik-larik tambahan, dari segi makna, sebut yang dinarasikan pada larik-larik inti. 

TALIBUN GAGAK MANDI DURIAN 

Juluk durian beramai-ramai 
Jatuh sedahan makan sendiri 
Makan menyuruk di balik meja 

Kekawan berjuang lantaklah kepunan 

     Merdu kicaunya dikira murai 
     Rupanya gagak tengah mandi 
     Mandi di kolam bersabun pula 

     Hendak hilang 'kan hitam di badan 

     

Makan durian durian runtuh 
Bijinya campak ke tengah jalan 
Kulitnya berserak di tengah kebun 

Tak ajak kekawan tak ajak tetangga

      Paruh dicuci kepak dibasuh 
      Penat gagak mandikan badan 
      Keruhlah kolam habislah sabun 

      Namun bulunya tetap hitam juga 

Pekanbaru, 2022 

Dato' Perdana H Abdul Malik yang baru dikukuhkan sebagai Guru Besar Bahasa dan Sastra Indonesia/Melayu di FKIP Umrah dua pekan lalu menyebutkan, alangkah eloknya  jika inovasi dan kreativitas penganekaragaman pelbagai genre puisi dalam antologi BBK ini suatu hari nanti dimekarkan menjadi antologi terpisah: artikeliris, igal-igalan, gurindam, syair, pantun, dan talibun. "Kehadiran antologi seperti itu diyakini akan tampil lebih anggun. Dampaknya, para penikmat pasti akan lebih terpesona dan tertegun," ujarnya. (*)

Ikuti Terus RuangRiau

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER