Pilihan
Binda 2026
Matahari mulai condong ke barat, menghangatkan suasana di lapangan latihan Timnas Indonesia.
Sandy Walsh dan Thom Haye—dua sahabat lama yang kini berseragam Merah-Putih—tengah berbincang di sudut lapangan. Mereka bukan sekadar pemain naturalisasi; mereka memiliki ikatan lama dengan Indonesia.
Dan kini, mereka kembali mengingat sebuah janji yang terucap lebih dari satu dekade lalu: jika suatu hari mereka membawa Indonesia ke Piala Dunia, mereka akan mengabadikannya dengan tato bertuliskan ‘Binda’.
“Masih ingat janji kita?” Sandy menyeringai, melempar bola ke arah Thom. Janji yang dibuat saat mereka masih remaja, jauh sebelum mengenakan seragam Merah-Putih. Thom menangkap bola itu dengan dada, lalu menggelindingkannya dengan kakinya.
“Tentu. Binda, kan?”
Sandy tertawa, matanya berbinar mengingat kembali percakapan di masa lalu. “Ya! Binda—istilah kita sendiri untuk Belanda-Indonesia. Waktu itu kita pikir, kita harus punya sesuatu yang melambangkan identitas kita.”
Thom mengangguk, ikut tersenyum. “Saat kita juara Eropa U-17, kita bilang mau bikin tato itu.”
“Tapi kita masih bocah. Mana mungkin bikin tato.”
Mereka terdiam sejenak, lalu Sandy menyenggol bahu Thom. “Tapi sekarang, kalau kita lolos ke Piala Dunia 2026, kita benar-benar harus buat itu.”
Thom berpikir sejenak, lalu mengangguk mantap. “Baiklah. Tapi kalau masyarakat Indonesia benar-benar mau melihatnya, kita harus tanya mereka dulu. Deal?”
Sandy tersenyum lebar. “Deal.”
Dari Oranje ke Merah Putih
Percakapan itu bukan pertama kalinya terjadi. Beberapa waktu lalu, dalam obrolan di kanal YouTube The Haye Way, mereka kembali mengungkit janji lama itu. 
“Dulu kita janji mau buat tato Binda,” kata Sandy, menyender di kursinya.
Thom tertawa kecil. “Ya, ya. Karena kita sama-sama anak Indo. Keluarga kita, orang tua kita, semuanya punya jejak di Indonesia.”
Sandy mengangguk. “Jadi, waktu itu kita pikir, ‘Kita harus bikin tato yang melambangkan identitas kita.’ Tapi kita masih bocah. Kita bilang, ‘Tunggu saja sampai umur 18 atau 19 tahun.’”
“Tapi kita nggak pernah melakukannya,” potong Thom sambil terkekeh.
Sandy menunjuk Thom dengan ekspresi serius tapi santai. “Nah, sekarang kita punya kesempatan untuk benar-benar menepati janji itu. Kalau kita berhasil bawa Indonesia ke Piala Dunia, kita bikin tato itu.”
Thom berpura-pura berpikir keras, lalu tersenyum. “Itu akan jadi cerita yang keren. Aku sudah siap.”
Sandy mengangkat alis. “Benar-benar siap?”
Thom tertawa. “Aku sudah punya beberapa tato, sih. Tapi ini spesial.”
“Kalau kita lolos, kamu siap buat tato sekujur tubuh?” goda Sandy.
“Gila, jangan lebay!” Thom tertawa lepas. “Tapi kalau memang ini kesepakatannya, aku siap.”
Percakapan mereka ditutup dengan tawa, tapi di balik candaan itu, ada harapan besar yang mereka gantungkan pada perjalanan mereka bersama Timnas Indonesia.
Demi Sebuah Janji Baru
Dulu mereka adalah bocah berbakat yang mengangkat trofi Euro U-17 untuk Belanda. Namun, takdir membawa mereka ke jalan yang berbeda.
Sandy lebih dulu menjalani proses naturalisasi dan akhirnya debut untuk Timnas Indonesia pada 2023. Laga perdananya berlangsung di Stadion Gelora Bung Tomo saat Indonesia menang 2-0 atas Turkmenistan. Ia tampil sebagai bek tengah dan langsung mendapat banyak pujian atas permainannya.
Thom menyusul di tahun berikutnya. Proses naturalisasinya akhirnya tuntas, membuka jalan bagi dirinya untuk memperkuat skuad Garuda.
Berdiri di lapangan dengan seragam merah-putih, keduanya sering kali merenung. Dulu, mereka mengenakan jersey oranye Belanda dengan penuh kebanggaan, berkompetisi di level tertinggi sepak bola junior Eropa. Kini, mereka melangkah dengan kebanggaan yang berbeda. Bukan hanya sebagai pesepak bola, tetapi sebagai anak-anak keturunan Indonesia yang kini benar-benar berjuang untuk negeri leluhur mereka.
Lebih dari satu dekade berpisah, mereka kini kembali bersatu. Kali ini bukan dalam balutan Oranje, melainkan Merah Putih. Namun, perjalanan mereka belum selesai. Indonesia masih harus menghadapi Australia dan Bahrain di babak kualifikasi. Empat pertandingan tersisa akan menjadi pertaruhan terbesar dalam karier internasional mereka.
Mereka tahu tekanan yang akan datang. Mereka paham betapa beratnya jalan menuju Piala Dunia. Tapi ada satu hal yang tak berubah sejak mereka berusia 16 tahun: janji itu masih ada.
Jika mereka berhasil membawa Indonesia ke Piala Dunia 2026, tinta bertuliskan Binda akan terukir di tubuh mereka.
Bukan sekadar tato. Tapi simbol perjalanan panjang, persahabatan, dan janji yang akhirnya terpenuhi. (*)
Catatan:
Tulisan ini mengangkat kisah nyata perjalanan Sandy Walsh dan Thom Haye, termasuk janji mereka tentang tato Binda yang pernah mereka bahas di kanal The Haye Way. Namun, beberapa bagian dalam cerita ini merupakan imajinasi penulis untuk mengemasnya dalam bentuk narasi yang lebih mengalir seperti cerpen.
Inti dari kisah ini tetap berdasarkan fakta: perjalanan mereka dari juara Euro U-17 bersama Belanda hingga kini bersatu kembali dalam Timnas Indonesia, membawa harapan untuk berlaga di Piala Dunia 2026.
Berita Lainnya
Kepsek di Ujung Tandas
Bapak/ibu kepala sekolah (Kepsek), siapa sangka nasib jabatan Anda bisa ditentukan oleh… tandas.



